Tuesday, March 31, 2015

Lintang Ayu | Terompah Bajak Sandal Jawa

Empat belas nol lima terik matahati berangsur redup, aku mencari terompah hitam entah dimana. yakin sekali bahwa mereka ada di susunan bahan pelastik atom bertingkat hijau tua di balik tembok penuh lukisan pensil warna sebelah kananku, namun apa mau dikata ternyata mereka tidak berada ditempaynya. tidak juga berada dibawah tumpukan koran bekas disudut kiri ruang depan seperti biasa. Tidak kelihatan juga samping mesin cuci, Apa lagi didalam saku celana panjang kain hitamku.  pada waktu bersamaan si botak sangat cerewat melalui pesan pendeknya, let’s go dude ! Jangan terlambat !

ternyata mereka berada di bawah gantungan sapu biru samping pintu kayu rumah bagian belakangku,  sudah agak kotor bekas terinjak sesuatu. omaigot, siapa gerangan yg membawanya kemari, koloni semut atau cecurut kah ? Kubersihkan dengan lap basah, segera ku injak mereka dan aku langkahkan kakiku untuk segera keluar dari rumah.


sesekali kuperikasa pesan yg kukirim sejam yg lalu, satu kotak cheklist abu abu dan sebelahnyapun satu cheklist abu abu. ternyata lintang belum membaca pesan kangenku. mungkin dia masih bad feeling setelah kabur semalam dan bermalam di jalan.


kawan...


aku selalu berupaya membangun kondisi dengan meletakkan satu persatu batu kenyaman dan ketenangan untuknya, tapi apa daya malam tadi 27,75 jam yang lalu buldozer yang akuh itu kembali menghancurkannya dengan membabi buta. runtuh sudah bangunan itu, dan kembali lagi harus kubangun satu persatu dari nol kembali. tolong aku Tuhan.


Lintang...


Aku kangen kamu.


kereta bandel ini masih setia menghantarkanku, sofa mini hijau pun terlihat jarang dipergunakan membuatku leluasa memilih sudut samping tiang dingin mengkilat dan sandaran akrilik transparan sebelah kananku, namun dingin ac kereta menembus kukitku. kembali ku lihat pesan tadi, lintang masih belum membacanya,


pandangan pertama adalah rizki, deretan kursi panjang tepat di depan ku, arah pukul 11, artinya 30° samping kiri, ibu ibu muda, berambut lurus pendek, gaul, setengah baya cenderung padat berisi, dengan kaus ketat tipis biru langit, kerah model U  sehingga setengah dada putih kecoklatan bagian atasnya menganga, dengan beberapa tindik di telinganya, dan tangan kanannya seperti toko emas imitasi berjalan, sesekali kedapatan olehku ternyata dia memperhatikanku. dia lempar senyum plus kedipan mata beberapa kali dan alisnya pun di gerakannya ke atas. Mudah mudahan dia bukan pemandu kafe yg sedang keluar kepagian hingga menumpang dalam kereta ini. Aku masih Lanjud dengan tulisan ini, karena bukan dia yg aku cari.


Lintang.....


dimana kamu ?


Kembali aroma khas badannya menghampiriku, semakin dalam hasrat ingin ketemu. Rasa khawatir mulai menggodaku dan berbisik "sabar.. Mungkin HP nya sedang mati" tapi iblis berbisik "sudaaahhh biarkan saja, kalau lagi sibuk mana mungkin ingat kamu" dalam kondisi begini biasanya aku memilih untuk mengikuti kata hati. Rasa kantuk mulai menyerangku dengan bantuan udara dingin  yg keluar dari AC kereta, tapi aku tidak ingin tertidur sebelum ada kabar darinya.


limanelas lima lima. Ternyata sudah saatnya aku turun karena kereta sudah membawaku ke sebuah stasiun transit. Akan Segera ku masukkan HP hitam ini kedalam tas kain hitam. .......


Enam belas Nol satu. Tadi aku kerepotan keluar dari kereta, karena dari luar segerombolan penumpang berdesakan masuk, badanku terdesak dua langkah ke belakang. Bapak bapak konyol berbaju PNS Mendorongku, spontan kubalas dorong dan dia berlalu. Kuambil gambar papan nama stasiun ini dan kirim melalui whatsapp. Naaahhhh.... Dua chek list biru, artinya lintang sudah membaca semua pesanku. Lega rasanya ketika dia katakan bahwa Carger itu tidak mampu menjadi Power Feeder untuk HP ungu barunya,  lintang sudah dirumah dan baik baik saja. Walau masih tetap meninggalkan rasa kangen.


Menanti kereta selanjudnya...


Lelah sudah aku menulis, kubakar benda putih bulat panjang dengan spons terbalut kertas cokelat manis. Buuusssss.... Asap putih kecoklatan kembali meracuni paru paruku.


Tujuh belas dua satu, Caffe Historia. Coffee latte with ice, mineral with ice, smoke. Dan kami bertiga berbicara.


Kosong kosong lima tiga. Home, Badan berkeringat, lengket, mandi. Kembali kulanjudkan aktivitas ku, pecahkan teka teki malam.....


Lintang...


Selamat istirahat, jaga kondisimu, jaga pikiranmu, jaga mentalmu, jaga kesehatanmu, jaga cita citamu. Tinjulah congkaknya dunia saiyangku, merdekakan dirimu. jaga stabilitasmu. Aku mencintaimu.


Kembali racun tar dan nikotin menyusup dalam tenggorokan ku dan segera  menggerogoti sepersekian nano sel paru paruku. Bbbuuussss .... Buuussss .... Bara merah diujung benda yg terletak di antara  jari tengan dan jari telunjukku ini masih enggan untuk padam, dengan suka cita senantiasa menjadi penghantar racun untukku.


Lintang......


tolong hentikan modus operandi racun ini atau dia akan melemahkanku.


No comments:

Post a Comment