Saturday, July 16, 2011

Aku Kehilanganmu Malam Ini

Malam ini, Malam Minggu 17 July 2011, Agendaku adalah tugas mendadak solidaritas perkawanan untuk mencari temanku sudah dua minggu yang lalu pamitan untuk berangkat ke Pulau Pari Kep. Seribu tapi sampai sekarang belum ada kabar. Tapi ceritaku kali ini bukan masalah temanku itu. Aku tuliskan cerita ini dalam benakku di pinggir Muara Tanjung Burung, masih segaris dengan Tanjung Pasir dan Tanjung Kait, kurang lebih 35 KM keutara dari tempat tinggal ku. Jika kita tarik garis lurus ke Timur sekitar 10 Km akan sampai di Pantai Ancol yang terkenal di Televisi itu.

Aku masih ingin bercerita untuk melanjutkan cerita cerita kami seperti biasanya. Hari ini aku sangat susah menemuinya walau hanya dalam telpun atau pun sekedar SMS. Sesibuk apapun dia aku bisa memakluminya. Karena hari ini mungkin banyak serangkaian ibadah dan kegiatan kegiatan kerohanian yang menyita waktu dan tenaganya. Hanya saja aku ingin mendiskusikan tentang tawaran yang aku dapatkan dari pihak luar tadi siang. Sempat sih aku menelpunnya tapi karena satu hal dan lain sebab telepun kami terputus, dan terpaksa aku harus menundanya. Hingga aku menuliskan cerita ini aku belum bisa menghubunginya sama sekali.

Ya sudah apa boleh buat, mungkin memang hari ini aku tidak bisa menemuinya dan atau untuk sekedar berbicara melalui telepun. Sebenarnya sekarang ini aku lagi sibuk berkoordinasi dan melakukan persiapan persiapan perahu untuk mengarungi laut sampai Pulau Pari tersebut. Perjalanan tidak terlalu jauh sih sebenarnya, hanya butuh waktu 3 - 4 jam sudah sampai pada tujuan. Tapi pikiranku masih saja tertuju pada sosok yang aku cintai, entah kemana dia dan mengapa sangat susah aku hubungi.

Angin serasa dingin menembus tulang melalui pori poriku, di tambah lagi tadi aku berkeringat karena aktifitas persiapan perahu itu, keringat yang begitu banyak menjadikan angin terasa lebih dingin, akhirnya aku kenakan kembali kaosku yang sempat aku lepas karena berkeringat. Aku keluarkan Telepun Genggamku dari tas pinggang kecil berwarna hitam pemberian teman ku, aku jadi tertawa kecil karena sebelum di berikan kepadaku biasanya tas kecil ini berisi pistol plus peluru, Dompet butut berwarna coklat, beberapa obat obatan aspirin obat sakit kepala yang berada pada tube berwarna label hijau tua dan beberapa fotto target operasi yang harus di kejar sampai dapat.

Mulai aku memainkan jariku pada telepun genggam batangan bahkan keypad nya yang sudah keras jika di pencet untuk menampilkan angka atau huruf di layar. Mulai muncul beberapa huruf yang menanyakan apakah dia sudah tertidur lelap, pesan aku kirimkan. Sambil menunggu balasan aku berharap dia belum tertidur. Tidak tahan rasanya seharian ini tanpa bertemu , berkomunikasi atau setidaknya bertegur sapa. Dia sudah memenuhi hatiku dan pikiranku dengan harapan yang kami bentuk sebagai cita cita kami. Karena aku ingin berbahagia bersamanya.

Perasaanku menjadi terombang ambing seperti perahu yang aku perhatikan sekitar 3 meter di depanku. Goyang kenanan aku semakin tak karuan ingin merengkuhnya dalam pelukan ku. Semakin kencang ombak pinggir pantai menerpa semakin aku merasa takut kehilanggannya. Ingin rasanya aku membatalkan keberangkatan ini dan memacu kendaraanku untuk sampai kerumahnya, entah berapa satuan waktu yang aku butuhkan untuk sampai kesana. Tapi aku harus menyelesaikan tugas itu.

Kembali aku cabut sebatang rokok putih yang terkadang membuat dada sedikit sesak dan tidak nyaman untuk aku konsumsi, terhisap sudah ribuan racun kedalam paru paruku. sepuluh menit dua puluh empat detik belum juga aku mendengar suara dering SMS ku, biasanya pasti ada dering dalam hitungan detik. "mungkinkah aku ini menjadi satu-satunya cinta yang terakhir kamu dan tak akan ada cinta yang kedua dan ketiga dan cinta lainnya." Sebuah lagu dari Mahadewi yang aku potong dengan MP3 Cutter, itu lah dering SMS yang aku pasang kemarin malam. Semakin kacau saja perasaanku, sudah sekian menit pesanku tidak dibalas olehnya. Aku harap dia benar benar sudah tertidur seperti dugaanku sebelumnya dan aku harap dia tidak sedang sakit karena kemarin kami berbincang nampak dia sedikit batuk. Dan aku berharap dia tidak sedang melupakanku, mengacuhkan aku atau pergi menjauhi ku.

Masih aku lihat sekeliling Muara sedikit gelap karena hanya ada cahaya petromak, nampak dari kejauhan lampu lampu perahu milik nelayan pancing yang terlihat sangat kecil. Semakin pendek saja rokok di tangan kiri ku, kembali aku masukkan puluhan ribu racun kedalam paru paru ini. Dalam benakku semakin kacau karena aku merasa seperti kehilangannya malam ini.

Hari ini menjadi hari yang sangat tidak nyaman karena tiada kehadirannya. Aku seperti kehilanggan nya malam ini seperti lima tahun yang lalu aku kehilanggan jejaknya. Kembali aku cabut sebuah benda bulat panjang berwarna putih dari kotak berwarna hitan yang sudah usang karena hampir setahun aku menggunakannya sebagai tempat benda itu. Saatnya kriket hitamku melakukan tugas nya kembali, buuuffttt..... asap putih kecoklatan nampak jelas di mataku di terangi cahaya lampu petromak yang sedikit redup karna belum aku pompa kembali.

"Caiyaaaanngg.... kamu dimana??, Sedang apa??" dan sederet pertanyaan lainnya muncul didalam benakku silih berganti tidak beraturan. Timbul dan kemudian tenggelam lagi seperti hembusan angin malam yang kadang semakin kencang dan hilang tanpa memberitahu sebelumnya. Tapi akhirnya sederet pertanyaan itu terdepak oleh rasa percayaku kepadanya. Dia pasti sedang memimpikanku dalam tidur lelapnya. Sabuah kalimat yang membuatku dedikit tenang dengan perasaan percaya yang sangat dalam.

Tiga puluh menit empat belas detik tiada sekalipun dering SMS berbunyi. Aku benar benar seperti kehilanggannya malam ini. Sedih karena aku harus membayangkan berada di pulau dengan jarak 3 -4 jam dalam kecepatan mesin disel 50 PK yang pastinya tanpa ada kontak dengannya. Disana seperti biasanya tidak pernah ada satu bar pun signal dari penyedia jasa telekomunikasi manapun.

Aku hanya bisa memendam perasaan ini sambil menunggku semuanya rapi sebelum jam 3 pagi. Kulit ini serasa merinding karena angin malam sudah semakin dingin dan aku harus meraih jaket hitam ku untuk aku kenakan diatas badan yang 7 kg sudah kelebihan berat dalam sekala normal.

Ingin sekali malam ini aku berduaan dengan nya sambil berbincang tentang cita cita kami dan sesekali memeluk atau mencium keningnya dengan perasaan cinta yang mendalam. Malam ini aku aku sangat takut kehilanggannya.

Kembali aku ber pura pura menyibukkan diri dengan memegang tali tambang yang aku tarik tarik, entah apa yang aku perbuat rasanya semua gerak gerikku sudah menjadi salah tingkah. Aku berfikir tidak mungkin aku pergi kepulau itu dengan kondisi hati dan pikiran seperti ini. Aku tidak mau menjadi beban temen teman ku sendiri. Andai aku bisa membuat alasan untuk tidak mengikuti rombongan menuju pulau itu.

Haaacchhiiimm... Bersin entah dari arah mana datangnya dan tiba tiba menyerangku bertubi tubi membabi buta tanpa ampun. Dalam hitungan menit segelas jahe susu manis panas menghampiriku dan aku mulai menimumnya. Sedikit membuatku hangat dan mengusir bersin untuk sementara. Tiba tiba badan ini sedikit menggigil kedinginan dan badan mulai panas sepertinya kepala juga sedikit pusing. Aku beranjak dari tempatku untuk menjauhi bibir muara yang memang sangat dingin kurasa. Sekian langkah aku berhenti, ku bentangkan sebuah matras biru kembali duduk dengan sebatatang rokok yang hampir habis di tangan kiriku. Sekitar 8 meter sudah aku menjauh dari bibir muara berarti 11 meter dari posisi perahu itu. Semakin panas dua jari kiriku dan akhirnya kulepas rokok itu dengan sedikit melemparnya kedepan. Kurebahkan badan dan kusilangkan kedua tangan di belakang kepala sebagai bantalku.

Kembali aku memikirkannya sambil melihat lagit keatas dan muka ini tidak bisa berbohong lagi di depan teman temanku. Satu temanku menghampiri dan berkata "Sob, kenapa lu kaga bilang kalau lagi sakit?" aku jawab seadanya dengan sedikit basa basi yang tidak dapat diterima sebagai gambaran apa yang sedang aku alami. Sambil meninggalkanku dia tertawa dan berkata keras "Sakit Jiwa!!!" aku tahu maksud perkataannya. Memang muka ini tidak bisa berbohong lagi di depan taman taman ku.

Jam dua pagi lewat lima menit aku lihat waktu di telepun genggamku. Nampaknya semua sudah rapi dan siap berangkat, aku perhatikan mereka sedang kasak kusuk entah membicarakan apa aku kurang jelas. "Sob, lu kaga usah ikut ye" kembali dengan logat betawi berkata dengan pelan pelan takut menyinggung perasaanku. Aku jawab kembali dan lagi lagi tidak bisa di terima dengan alasan aku kurang sehat.

Akhir nya aku hanya bisa berpartisipasi dalam upaya mencari temanku yang entah dimana sekarang. Aku letakkan 7 lembar uang kertas berwarna biru tua dan 5 bungkus rokok yang sedianya akan aku gunakan untuk bekal perjalanan. Kuhampiri kendaraan yang bisa aku gunakan dan kupacu melewati beberapa jalan berlubang penuh debu. Sampai akhirnya aku tiba di sebuah warteg yang masih ramai pembeli.

Aku memesan minuman panas kesukaanku, sebuah minuman panas berwarna coklat bening, berbau sangat khas dan manis bila terasa di lidahku, baru aku minum belum habis setengah kembali aku racuni paru paruku dengan asap putih kecoklatan. Dering SMS berbunyi aku harap dari dia yang aku tunggu sekian jam lamanya, ternyata kawanku yang mengabarkan bahwa perahu sudah berjalan menuju pulau itu. Kulanjutkan aktifitasku di warteg biru 24 jam itu.

Dan kahirnya terdengar suara lagu Mahadewi "mungkinkah aku ini menjadi satu-satunya cinta yang terakhir kamu dan tak akan ada cinta yang kedua dan ketiga dan cinta lainnya." walau hanya sms kosong tapi kali ini dari dia, 3 kali putaran sms berlangusng dan akhirnya aku telpun dia. Senagnya hati ini walau hanya bisa berbicara lewat telepun butut kesayanganku.

Kamipun berbincang seperti sudah 100 tahun tak bertemu, aku baru tahu ternyata seharian dia demam dan kecapaian karena harus mengunjungi beberpa saudaranya untuk mengantar sesuatu yang sifatnya tradisi. Kami berdua mengumbar ribuan kata cinta melalui telepun itu. Dia pun memintaku untuk segera pulang. Dan aku pulang. Selamat tidur kembali caiyang.......





No comments:

Post a Comment