Aku mulai perjalan menuju rumahku dengan beban yang sedikit terlepas. Peringatan dari majikan besar yang serasa menekan kepalaku dengan ratusan kilo pasir merah di dalam tumpukan puluhan tas punggung serdadu akhirnya berhasil aku tendang dengan kaki kaki kuatku. Bahkan 100% dari beban yang tadinya masih aku rasa terpikul di tengkuk belakangku seperti hilang seketika lenyap seiring dengan redanya hujan sore itu.
Kulangkahkan kakiku yang sudah setengah payah karena telah aku gunakan untuk menendang tumpukan beban itu menuju jalan yang sedikit lebar dan dipenuhi kotak kaleng yang bergerak cepat ditambah dengan suara yang membuat pekak telingaku. Aku lihat salah satu ada mempunyai lampu kuning yang menyala di atas bodi nya. Itulah dia yang aku tunggu sebuah taksi putih bernama E***es. Lambaian tangan membuat Taksi itu berhenti dan aku membuka pintunya yang berminyak bahkan sangat licin itu, ku sandarkan badanku di jog hitam bagian belakang. Wangi khas Air Fresh membuatku sedikit rilek dan meredakan gerahku.
"Antar saya pulang Bang" suara serakku terlontar seperti biasa tanpa banyak basa basi. Cilaka 12 baru 200 meter kotak kaleng ini bergerak melaju sudah terlihat di depan antrian lampu merah menghambat perjalannanku. Biasa jalan yang dari dulu hanya selebar itu tak kuasa lagi menampung ratusan kotak besi yang selalu berkembang biak setiap harinya. Terpaksa antri di urutan paling belakang, yah apa boleh buat.
"Bang buka kacanya, mulut saya asem" nada suaraku semakin sumbang, aku bakar sebatang rokok dengan kriket hitamku sambil meminum air mineral yang aku bawa bersamaan dengan tas punggung hitamku. Asap putih kecoklatan keluar mulut dan abu rokok berantakan mengenai kemeja hitam baruku, Oh My God, lubang barupun terbentuk di dekat saku.
Mulai aku dengan kebiasaan setiap pulang dari aktivitas rutin yang melelahkan, merunut lagi kejadian dari pagi sampai saat ini. Masih dengan sebatang rokok yang mengusir wangi penyegar udara yang menyelinap mencari tempat di depan hidungku. Semua kejadian masih jelas ku ingat karena memang masih segar pada sore ini. Sampai akhirnya aku membuka kembali semua pesan yang masuk dalam telepun genggangku yang memang juga berwarna hitam, bukan kebetulan aku adalah pencinta warna hitam.
Dari majikan besar ku baca, sambil tersenyum aku membaca ancamannya pukul 07:50 pagi tadi yang ternyata aku telah berhasil menendangnya. Dari Si Monyong sohib ku yang hanya sekedar bertanya posisi, seperti biasa dia selalu mengingatkanku jika ada panggilan mendadak dari majikan besar. Dari Si Tinggi yang selalu panik jika ada tugas mendadak. Semua ku baca ulang tanpa terkecuali dari seseorang yang berjani akan menjemputku di lapangan bola itu dengan pelukan. Kemudian kumatikan rokokku dan aku serius dengan pesan pesan pendek dalam kotak masukku. Sambil mengumbar senyum aku menoleh kekanan dan ternyata masih padat merayap sepertinya tiada harapan untuk segera sampai rumah sekedar melepas lelah dan mandi dengan air hangat dari pancuran kamar mandiku.
"Bang tutup kacanya, saya sudah selesai merokok" kali ini dengan suara yang sedikit merdu kurasa. Kubuka tas punggung hitamku, kemudian aku tarik sebuah kotak benda kecil berwarna hitam dengan puluhan tombol di dalamnya yang memang berwarna hitam dan kotak layar berwarna warni seperti TV kecil yang ada di dalam kamar ku. Kubaca ulang satu SMS itu, aku baca lagi dan berkali kali aku baca entah belasan atau puluhan kali aku baca hingga aku menghafalnya dan aku tutup kembali Telepun genggamku. Aku mulai memijat satu persatu tombol itu sambil berharap manjadi sebuah tulisan yang aku inginkan dan harus dia lah yang pertama kali membaca tulisan ini.
berikut penggalan isi pesan SMS itu, aku tulis dengan bahasaku tanpa mengurangi maksud dari pesan itu :
"........ Andai aku dapat memutar waktu kembali..... "
(sorry dengan alasan prifasi aku tidak bisa menampilkan semuanya, dan ini sebenarnya adalah pesan pribadi)
Saat itu sebenarnya perasaan gaduh , gundah, senang, sedih bercampur aduk berputar kencang seperti puting beliung yang beberapa hari yang lalu merobohkan pohon penghijauan di salah satu sudut kota ini. Mungkin buat kalian ini akan terkesan lebay, tapi memang seperti itu kenyataannya. Ya sudah aku tidak peduli dengan kesan kalian. Pikiranku tak kalah kencangnya berputar, mencari tahu apa sebenarnya maksud dari perkataannya. Lelah aku berfikir, aku tenggok lagi sebelah kanan ternyata masih padat merayap susul menyusul.
Akhirnya aku berfikir bahwa SMS yang tadi siang sudah sempat aku balas ini bukanlah SMS gombal, karena aku tahu dia tidak senang bergombal. Aku respek sekali dengan keinginan dia untuk memutar waktu kembali. Dan andai akupun bisa, aku juga tidak akan sebodoh itu untuk mencari keberadaanya pada waktu itu. Waktu seperti sumbu yang jika sudah terbakar tidak akan bisa kembali lagi seperti sedia kala. Tapi paling tidak kita masih bisa mengganti kan sumbu itu dengan sumbu yang baru, kita masih bisa mengatur dan mendapatkan kembali sumbu baru itu dalam posisi semula. Itulah keinginanku, karena aku ingin bahagia bersamanya.
Pada saat itu, Apakah waktu itu berjalan begitu cepat ? tidak kurasa, waktu berjalan wajar tanpa ada percepatan sama sekali. Hanya saja pergerakan yang luar biasa dinamis membuatku tidak menemukan keberadaannya. Keinginan yang sangat besar waktu itu dikalahkan oleh kompeni yang selalu saja menuntutku untuk membajak dan mencangkul lebih dalam seperti kerbau yang setiap harinya di cambuk untuk menyelesaikan bajaknya pada sebidang tanah. Entah mengapa waktu itu aku sangat yakin bisa menemukan kembali keberadaannya, hingga kabar itu memaksaku untuk menyimpan dalam dalam atas rasa dan keinginan itu.
Saat ini sudah tiada alasan lagi untuk memutar waktu kembali, yang ada hanya upaya mengatur kembali putaran waktu. Mensiasati putaran waktu yang tidak pernah akan menunggu, saya harus mengambil sumbu baru mengaturnya dan menjadikan semuanya menjadi perjalanan baru dan layak untuk di perjuangkan. Ya karena aku ingin bahagia bersaamanya. Saat ini aku harus lebih sering menutup mata dan meninta kepadaNya. Amin Ya Rob..... seperti katanya siang itu.
Sambil aku mengirimkan pesan kepadanya dan sedikit berkeluh kesah karena padatnya jalan yang benar benar membuat ku stres, lelah dan capai luar biasa aku masih tetap mengetikkan tulisan ini. Sendiri aku dalam Taksi ini ( Abang taksi tidak aku hitung ), membayangkan begitu bahagianya jika aku bersamanya. Senyum senyum kecil mulai muncul dari bibir tipis ku yang sedikit kehitaman karena nikotin dan panasnya busa filter rokok putih yang biasa aku hisap setiap harinya. Kulihat dari sepion tengah Abang Taksi ikut tersenyum melihat wajahku yang sedikit merona, Oh My God, aku tidak menemukan kata yang pas untuk menggambarkan seperti apa wajaku saat ini.
"Bang, sopir sudah jangan lihat lagi kearah mukaku" kenapa aku sedikit senewen ya?? Abang taksi kaget bukan kepalang dan dia melontarkan kata maafnya. Masih saja Padat Merayap, dua jam sudah aku di dalam taksi ini, tapi masih saja sampai disini. Apa lagi setelah aku baca SMS balasannya yang mengatakan dia sedang rebahan di atas kasur empuk sambil nonton TV dan memainkan Telepun genggamnya untuk membalas pesanku. Sepontan saja aku ingin turun dari taksi ini, memang kaki ini sudah cape ingin di luruskan, lapar, pingin buang air kecil karena AC taksi yang dingin dan aku sudah kebanyakan minum karena tanpa terasa air mineral ku sudah habis aku telan semuanya. Ku lihat sederet ruko mungkin mirip rest area di tengah jalan tol, ternyata tidak jauh lagi, dan argo menunjukkan angka 98.400 rupiah. Padahal pada posisi angka 50 ribuan biasanya kau sudah sampai rumah. Aku berhenti menulis, kurapikan semua seperti sedia kala dan aku turun dari taksi itu.
"Antar saya pulang Bang" suara serakku terlontar seperti biasa tanpa banyak basa basi. Cilaka 12 baru 200 meter kotak kaleng ini bergerak melaju sudah terlihat di depan antrian lampu merah menghambat perjalannanku. Biasa jalan yang dari dulu hanya selebar itu tak kuasa lagi menampung ratusan kotak besi yang selalu berkembang biak setiap harinya. Terpaksa antri di urutan paling belakang, yah apa boleh buat.
"Bang buka kacanya, mulut saya asem" nada suaraku semakin sumbang, aku bakar sebatang rokok dengan kriket hitamku sambil meminum air mineral yang aku bawa bersamaan dengan tas punggung hitamku. Asap putih kecoklatan keluar mulut dan abu rokok berantakan mengenai kemeja hitam baruku, Oh My God, lubang barupun terbentuk di dekat saku.
Mulai aku dengan kebiasaan setiap pulang dari aktivitas rutin yang melelahkan, merunut lagi kejadian dari pagi sampai saat ini. Masih dengan sebatang rokok yang mengusir wangi penyegar udara yang menyelinap mencari tempat di depan hidungku. Semua kejadian masih jelas ku ingat karena memang masih segar pada sore ini. Sampai akhirnya aku membuka kembali semua pesan yang masuk dalam telepun genggangku yang memang juga berwarna hitam, bukan kebetulan aku adalah pencinta warna hitam.
Dari majikan besar ku baca, sambil tersenyum aku membaca ancamannya pukul 07:50 pagi tadi yang ternyata aku telah berhasil menendangnya. Dari Si Monyong sohib ku yang hanya sekedar bertanya posisi, seperti biasa dia selalu mengingatkanku jika ada panggilan mendadak dari majikan besar. Dari Si Tinggi yang selalu panik jika ada tugas mendadak. Semua ku baca ulang tanpa terkecuali dari seseorang yang berjani akan menjemputku di lapangan bola itu dengan pelukan. Kemudian kumatikan rokokku dan aku serius dengan pesan pesan pendek dalam kotak masukku. Sambil mengumbar senyum aku menoleh kekanan dan ternyata masih padat merayap sepertinya tiada harapan untuk segera sampai rumah sekedar melepas lelah dan mandi dengan air hangat dari pancuran kamar mandiku.
"Bang tutup kacanya, saya sudah selesai merokok" kali ini dengan suara yang sedikit merdu kurasa. Kubuka tas punggung hitamku, kemudian aku tarik sebuah kotak benda kecil berwarna hitam dengan puluhan tombol di dalamnya yang memang berwarna hitam dan kotak layar berwarna warni seperti TV kecil yang ada di dalam kamar ku. Kubaca ulang satu SMS itu, aku baca lagi dan berkali kali aku baca entah belasan atau puluhan kali aku baca hingga aku menghafalnya dan aku tutup kembali Telepun genggamku. Aku mulai memijat satu persatu tombol itu sambil berharap manjadi sebuah tulisan yang aku inginkan dan harus dia lah yang pertama kali membaca tulisan ini.
berikut penggalan isi pesan SMS itu, aku tulis dengan bahasaku tanpa mengurangi maksud dari pesan itu :
"........ Andai aku dapat memutar waktu kembali..... "
(sorry dengan alasan prifasi aku tidak bisa menampilkan semuanya, dan ini sebenarnya adalah pesan pribadi)
Saat itu sebenarnya perasaan gaduh , gundah, senang, sedih bercampur aduk berputar kencang seperti puting beliung yang beberapa hari yang lalu merobohkan pohon penghijauan di salah satu sudut kota ini. Mungkin buat kalian ini akan terkesan lebay, tapi memang seperti itu kenyataannya. Ya sudah aku tidak peduli dengan kesan kalian. Pikiranku tak kalah kencangnya berputar, mencari tahu apa sebenarnya maksud dari perkataannya. Lelah aku berfikir, aku tenggok lagi sebelah kanan ternyata masih padat merayap susul menyusul.
Akhirnya aku berfikir bahwa SMS yang tadi siang sudah sempat aku balas ini bukanlah SMS gombal, karena aku tahu dia tidak senang bergombal. Aku respek sekali dengan keinginan dia untuk memutar waktu kembali. Dan andai akupun bisa, aku juga tidak akan sebodoh itu untuk mencari keberadaanya pada waktu itu. Waktu seperti sumbu yang jika sudah terbakar tidak akan bisa kembali lagi seperti sedia kala. Tapi paling tidak kita masih bisa mengganti kan sumbu itu dengan sumbu yang baru, kita masih bisa mengatur dan mendapatkan kembali sumbu baru itu dalam posisi semula. Itulah keinginanku, karena aku ingin bahagia bersamanya.
Pada saat itu, Apakah waktu itu berjalan begitu cepat ? tidak kurasa, waktu berjalan wajar tanpa ada percepatan sama sekali. Hanya saja pergerakan yang luar biasa dinamis membuatku tidak menemukan keberadaannya. Keinginan yang sangat besar waktu itu dikalahkan oleh kompeni yang selalu saja menuntutku untuk membajak dan mencangkul lebih dalam seperti kerbau yang setiap harinya di cambuk untuk menyelesaikan bajaknya pada sebidang tanah. Entah mengapa waktu itu aku sangat yakin bisa menemukan kembali keberadaannya, hingga kabar itu memaksaku untuk menyimpan dalam dalam atas rasa dan keinginan itu.
Saat ini sudah tiada alasan lagi untuk memutar waktu kembali, yang ada hanya upaya mengatur kembali putaran waktu. Mensiasati putaran waktu yang tidak pernah akan menunggu, saya harus mengambil sumbu baru mengaturnya dan menjadikan semuanya menjadi perjalanan baru dan layak untuk di perjuangkan. Ya karena aku ingin bahagia bersaamanya. Saat ini aku harus lebih sering menutup mata dan meninta kepadaNya. Amin Ya Rob..... seperti katanya siang itu.
Sambil aku mengirimkan pesan kepadanya dan sedikit berkeluh kesah karena padatnya jalan yang benar benar membuat ku stres, lelah dan capai luar biasa aku masih tetap mengetikkan tulisan ini. Sendiri aku dalam Taksi ini ( Abang taksi tidak aku hitung ), membayangkan begitu bahagianya jika aku bersamanya. Senyum senyum kecil mulai muncul dari bibir tipis ku yang sedikit kehitaman karena nikotin dan panasnya busa filter rokok putih yang biasa aku hisap setiap harinya. Kulihat dari sepion tengah Abang Taksi ikut tersenyum melihat wajahku yang sedikit merona, Oh My God, aku tidak menemukan kata yang pas untuk menggambarkan seperti apa wajaku saat ini.
"Bang, sopir sudah jangan lihat lagi kearah mukaku" kenapa aku sedikit senewen ya?? Abang taksi kaget bukan kepalang dan dia melontarkan kata maafnya. Masih saja Padat Merayap, dua jam sudah aku di dalam taksi ini, tapi masih saja sampai disini. Apa lagi setelah aku baca SMS balasannya yang mengatakan dia sedang rebahan di atas kasur empuk sambil nonton TV dan memainkan Telepun genggamnya untuk membalas pesanku. Sepontan saja aku ingin turun dari taksi ini, memang kaki ini sudah cape ingin di luruskan, lapar, pingin buang air kecil karena AC taksi yang dingin dan aku sudah kebanyakan minum karena tanpa terasa air mineral ku sudah habis aku telan semuanya. Ku lihat sederet ruko mungkin mirip rest area di tengah jalan tol, ternyata tidak jauh lagi, dan argo menunjukkan angka 98.400 rupiah. Padahal pada posisi angka 50 ribuan biasanya kau sudah sampai rumah. Aku berhenti menulis, kurapikan semua seperti sedia kala dan aku turun dari taksi itu.
No comments:
Post a Comment